Kamis, 01 Mei 2008

BAB I PENDAHULUAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan antara lain bahwa "warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus" (Pasal 5, ayat 4). Di samping itu juga dikatakan bahwa "setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya" (pasal 12, ayat 1b). Hal ini pasti merupakan berita yang menggembirakan bagi warga negara yang memiliki bakat khusus dan tingkat kecerdasan yang istimewa untuk mendapat pelayanan pendidikan sebaik-baiknya.”dan menurut Peraturan pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1990, tentang pendidikan prasekolah. yang isinya yaitu bentuk pendidikan prasekolah meliputi Program penitipan anak, Kelompok bermain dan taman kanak-kanak.( pasal 4, ayat 1).
Masa prasekolah dan bukan anak-anak sekolahan. (Elizabeth B.Hurlock). Merupakan masa penuh dengan permainan, karena pada masa tersebut segala permainan menggunakan mainan. Bermain merupakan unsur yang penting untuk pertumbuhan fisik maupun perkembangan emosional, mental, intelektual dan kreativitas serta sosial. Anak yang mendapat kesempatan yang cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapatkan kesempatan bermain. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih sayang dan lain-lain.anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya. Melalui bermain, anak tidak hanya menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya tetapi lebih dari itu. Anak tidak hanya sekedar melompat, melempar atau berlari. Tetapi mereka bermain dengan menggunakan seluruh emosinya, perasaan dan pikirannya. (Soetjiningsih,1995). Kegiatan bermain merupakan kegiatan melakukan dengan kebebasan untuk memperoleh kesenangan. Jadi, kesenangan merupakan elemen pokok dalam kegiatan bermain bagi anak dan bukan terletak pada mahal atau murahnya alat permainan yang digunakan.
Alat permainan sebaiknya mengandung unsur edukatif (mendidik). Menurut Soetdjiningsih Alat Permainan Edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya, serta berguna bagi perkembangan aspek fisik, pengembangan bahasa, pengembangan aspek kognitif serta pengembangan aspek sosial. Alat permainan dan aktivitas bermain sebagai salah satu untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi dari aktivitas bermain.
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1999 pasal 1 ayat 1 “Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar ”. Bermain yang diprogramkan lembaga pendidikan Prasekolah sebenarnya memiliki muatan sangat penting dalam perkembangan anak usia tersebut. Di dalamnya terkandung unsur-unsur perkembangan fisik dan mental yang sangat esensial dalam pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Bahkan dapat merupakan pondasi perkembangan mereka. Dalam bermain, berkembang pengenalan benda dan tindakan, kebersamaan dan aktualisasi diri berkembang secara positif.
Namun kebanyakan orang tua beranggapan bahwa permainan anak sebagai pembuangan waktu dan merasa bahwa waktunya lebih baik digunakan untuk mempelajari sesuatu yang berguna untuk mempersiapkan diri menghadapi kehidupan dewasa.
Pengetahuan orang tua merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo,2005). Hal untuk mendukung tumbuh kembang anak melalui bermain, orang tua di tuntut untuk memiliki pengetahuan tentang aktivitas bermain yang sesuai dengan usia da tumbuh kembang anak, dan menitipkan anaknya yang berumur sekitar tiga sampai enam tahun (Biechler dan snowman,1993),untuk mengikuti kedalam satuan pendidikan prasekolah sebagaimana tercantum dalam peraturan pemerintah (PP) nomor 27 tahun 1999 pasal 4 ayat 1 “Bentuk satuan pendidikan prasekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak”.
TK Tunas Winaya yang berada di desa Panimbang, didirikan pada 01 November 1993, adalah salah satu taman kanak-kanak yang memiliki program kelompok bermain bagi anak Usia prasekolah. di dalamnya terdapat 32 anak didik yang mengikuti program kelompok bermain. Hal ini berarti jumlah Ibu yang mempunyai anak usia prasekolah di kelompok bermain /TK Tunas Winaya adalah sebanyak 32 Orang. Pada taman kanak-kanak Tunas Winaya, APE (Alat Permainan Edukatif) terbagi menjadi 2 bagian, diantaranya Eksternal, adalah alat permainan yang ada di luar ruangan dan Internal, adalah Alat Permainan yang ada di dalam ruangan. Pada Taman Kanak-kanan Tunas Winaya, APE internal ini di bagi ke dalam 9 Area. Dan berdasarkan hasil wawancara penulis dengan bebrapa ibu yang mengantarkan anaknya di KB/TK. Tunas Winaya, sebagian besar mereka tidak memahami arti bermain yang sebenarnya dan alat permainan apa yang paling tepat untuk diberikan kepada anak usia prasekolah untuk mencapai tumbuh kembang yang optimal. Mereka hanya mengharapkan anaknya dapat bermain dengan senang,tertawa dan bercanda dengan teman-teman sebayanya tanpa memperhatikan hal-hal yang dimainkannya, karena orang tuanya sibuk dengan pekerjaannya sendiri.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam mengenai “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Bermain bagi anak Usia Prasekolah di KB/TK.Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008”.


1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini mengenai “Faktor-faktor apakah yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan Ibu Tentang kegiatan bermain bagi anak usia prasekolah di KB/TK Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008?”.

1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum daripada penelitian ini adalah di perolehnya informasi tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang kegiatan bermain bagi anak usia prasekolah.

1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diketahuinya gambaran usia Ibu yang memiliki anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.2 Diketahuinya gambaran tingkat pendidikan Ibu yang memiliki anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.3 Diketahuinya gambaran pekerjaan Ibu yang memiliki anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.4 Diketahuinya gambaran pengetahuan Ibu tentang kegiatan berrmain anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.5 Diketahuinya hubungan antara usia Ibu dengan tingkat pengetahuan tentang kegiatan bermain bagi anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.6 Diketahuinya hubungan antara tingkat pendidikan Ibu dengan tingkat pengetahuan tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.
1.3.2.7 Diketahuinya hubungan antara pekerjaan Ibu dengan tingkat pengetahuan tentang kegiatan bermain anak usia prasekolah di KB/TK. Tunas Winaya desa Panimbang tahun 2008.


1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi KB/TK. Tunas Winaya
Memberikan masukan bagi KB/TK. Tunas Winaya tentang bagaimana menjadikan anak usia prasekolah menjadi lebih aktif dalam permainan yang dapat meningkatkan atau mengoptimalkan tumbuh kembang anak tersebut, dalam kegiatan bermain yang bersifat edukatif, yang tidak hanya sebagai hiburan, akan tetapi menjadikan anak tersebut dapat berkembang.

1.4.2 Bagi institut pendidikan STIKes Faletehan
Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan penelitian lebih lanjut untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah.

1.4.3 Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi peneliti khususnya mengenai Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang kegiatan Bermain bagi anak usia Prasekolah. sehingga dapat menjadi masukan bagi peneliti saat terjun ke masyarakat sebagai tenaga operasional.

Jumat, 25 April 2008

di cari standar umur ibu

tolong dong cariin, standar umur untuk ibu sebagai acuan mendidik anak usia prasekolah. wat justificasi nich di presentase nanti.key...........

BAB II TENTANG BERMAIN USIA PRASEKOLAH

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (2005). Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau kepandaian yang diimiliki seseorang melalui pendidikan atau pengalaman. Pengetahuan adalah kemampuan indera dalam memahami fakta pengalaman realita dunia atau kemampuan untuk mengulang kembali informasi (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan

2.1.2 Proses Adopsi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers ( 1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru ( berperilaku baru ), didalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan, yaitu : Awarness ( Kesadaran ). Yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus ( objek ) terlebih dahulu. Interest, yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus Evaluation ( menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial, orang mulai mencoba perilaku baru.nAdoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng ( Long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasarai oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan dalam domain kognitif
Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu : Tahu ( Know ), Memahami ( Comprehention ), Aplikasi ( Application ), Analisis ( Analysis), Sintesis ( Syntesis ), Evaluasi ( Evaluation ).
Tahu (Know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( reccal ) sesuatu yang spesipik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Memahami (Comprehention). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Aplikasi (Application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Analisis (Analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitanya satu sama lain.
Sintesis (Synthesis). Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
Evaluasi (Evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2 Ibu
2.2.1 Definisi Ibu
Ibu adalah sebutan bagi wanita yang telah melahirkan anak, atau sebutan bagi waita yang telah bersuami (menjadi istri). ( Kamus Besar Bahasa Indonesia,2005). Dari hal ini peranan seorang ibu bagi anak yaitu mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, selain itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

2.3 Anak Usia Prasekolah
2.3.1 Definisi anak usia prasekolah
Yang dimaksud anak usia prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun, menurut Biechler dan Snowman (1993), mereka biasanya mengikuti program prasekolah. Menurut teori Erik Erikson yang membicarakan perkembangan kepribadian seseorang dengan titik berat pada perkembangan psikososial, tahapan 3-6 tahun mereka berada dalam tahapan dengan krisis ”autonomy versus shame & doubt’.(Patmonodewo,2003:19). Dan menurut Elizabeth dalam Buku Psikologi Perkembangn usia Prasekolah adalah usia mainan, karena pada masa itu anak menghabiskan sebagian besar waktunya untuk untuk bermain dengan mainanya.

2.3.2 Tumbuh kembang usia prasekolah
Tumbuh berarti bertambahnya dalam ukuran. Tumbuh dapat berarti bahwa sel tubuh bertambah banyak atau sel tumbuh dalam ukuran. Mengukur pertumbuhan biasanya dilakukan dengan menimbang dan mengukur tubuh anak. Pertumbuhan dapat dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan yang dikonsumsi oleh tubuh, sedangkan perkembangan merupakan perubahan dalam kompleksitas dan fungsinya.
Pada saat anak mencapai tahapan prasekolah ada ciri yang jelas yang mereka miliki, seperti pada anak prasekolah telah tampak otot-otot tubuh yang berkembang yang memungkinkan bagi mereka melakukan berbagai keterampilan. Perkembangan lain yang terjadi pada anak prasekolah, umumnya ialah jumlah gigi yang tumbuh mencapai 20 buah, gigi susu akan tanggal pada akhir masa prasekolah. Otot dan sistem tulang akan terus berkembang sejalan dengan usia mereka,. Kepala dan otak mereka telah mencapai ukuran orang dewasa pada saat mencapai usia prasekolah. Jaringan saraf mereka juga berkembang sesuai pertumbuhan otak dan mereka akan mampu mengembangkan berbagai gerakan mengendalikannya dengan baik.

2.4 Bermain
2.4.1 Definisi Bermain
Bermain adalah kegiatan yang memperkenalkan anak-anak dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi dan merupakan persiapan bagi mereka untuk melakukan tugas dan pekerjaan yang sesungguhnya dengan benar pada masa dewasa kelak.(Brenggan Manurung. 2003), dan menurut dr. Soetjiningsih dalam buku Tumbuh kembang anak, bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial.
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Sebagai suatu aktivitas yang memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif, maka sepatutnya suatu bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan bagi dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti makan, rasa aman, kasih sayang dan lain-lain.(A. Azis AH, 2005).
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan atau kepuasan. Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan dan mengenal waktu, cara, serta suara. (Wong, 2000)
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menurunkan stress pada anak dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Champell dan Glaser, 1995).

2.4.2 Fungsi Bermain
Permainan dapat memperluas interaksi sosial dan mengembangkan keterampilan sosial, yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Selain itu, permainan akan meningkatkan perkembangan fisik, koordinasi tubuh, dan mengembangkan serta memperhalus keterampilan motor kasar dan halus. Permainan juga akan membantu anak-anak memahami tubuhnya; fungsi dan bagaimana menggunakannnya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain itu menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan.
Permainan dapat membantu perkembangan kepribadian dan emosi karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan perasaan, menyatakan diri dalam suasana yang tidak mengancam, juga memperhatikan peran orang lain. Melalui permainan anak-anak bisa belajar mematuhi aturan sekaligus menghargai hak orang lain.
Fungsi bermain terhadap kemampuan intelektual anak usia prasekolah dapat dilihat pada beberapa hal berikut ini :
1. Merangsang perkembangan kognitif.
Dengan bermain, sensori-motor (indera-pergerakan) anak-anak dapat mengenal permukaan lembut, kasar, atau kaku. Permainan fisik akan mengajarkan anak akan batas kemampuannya sendiri. Permainan juga akan meningkatkan kemampuan abstraksi (imajinasi dan fantasi) sehingga anak-anak semakin jelas mengenal konsep besar-kecil, atas-bawah, dan penuh-kosong. Melalui permainan anak-anak dapat menghargai aturan, keteraturan, dan logika.
2. Membangun struktur kognitif.
Melalui permainan, anak-anak akan memperoleh informasi yang lebih banyak sehingga pengetahuan dan pemahamannya akan lebih kaya dan lebih dalam. Bila informasi baru ini ternyata berbeda dengan yang selama ini diketahuinya, anak dapat mengubah informasi yang lama sehingga ia mendapatkan pemahaman atau pengetahuan yang lebih baru. Jadi melalui bermain, struktur kognitif anak terus diperkaya, diperdalam, dan diperbarui sehingga semakin sempurna.

3. Membangun kemampuan kognitif.
Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi, mengelompokkan, mengurutkan, mengamati, membedakan, meramalkan, menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan, dan menarik kesimpulan. Permainan akan mengasah kepekaan anak-anak akan keteraturan, urutan, dan waktu. Permainan juga meningkatkan kemampuan logis (logika).
4. Belajar memecahkan masalah.
Di dalam permainan, anak-anak akan menemui berbagai masalah sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah. Permainan juga memungkinkan anak-anak bertahan lebih lama menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang ia hadapi dapat dipecahkan. Proses pemecahan masalah ini mencakup adanya imajinasi aktif anak-anak. Imajinasi aktif akan mencegah timbulnya kebosanan yang merupakan pencetus kerewelan pada anak- anak.
5. Mengembangkan rentang konsentrasi.
Apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang memadai, seorang anak tidak mungkin dapat bertahan lama bermain peran (pura-pura menjadi dokter, ayah-anak-ibu, guru, dll.). Ada hubungan yang dekat antara imajinasi dan kemampuan konsentrasi. Imajinasi membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi. Anak-anak yang tidak imajinatif memiliki rentang perhatian (konsentrasi) yang pendek dan memiliki kemungkinan besar untuk berperilaku agresif dan mengacau.

Menurut Prof. Dr. Sukarni Catur Utami Munandar, Dipl-Psych., anak memerlukan pengasuhan dan bimbingan yang baik agar muatan kreativitasnya dapat diberdayakan secara optimal. Pada skala umur ini, anak mudah menyerap segala informasi yang ada di sekitarnya.
Sistem belajar sambil bermain merupakan cara terbaik yang dapat diberikan kepada anak prasekolah. Tentu saja harus disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan masing-masing anak. Beberapa pokok yang bisa dijadikan pembelajaran bagi mereka adalah : Belajar mengembangkan dan mengasah keterampilan fisik yang diperlukan untuk melakukan berbagai permainan. Belajar menyesuaikan diri dan bersosialisasi dengan lingkungannya. Belajar mengembangkan berbagai keterampilan dasar, termasuk membaca, menulis dan menghitung.
Menurut Wong ( 2003 ), dalam buku Pedoman Klinis keperawatan Pediatrik, bahwa bermain mempunyai banyak fungsi terhadap beberapa aspek perkembangan diantaranya
- Perkembangan Sensorimotorik. Memperbaiki keterampilan morotik kasar dan halus serta koordinasi, meningkatkan perkembangan semua indera. Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia. Memberikan pelambiasan kelebihan energi.
- Perkembangan intelektual. Memberikan sumber-sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran diantaranya : Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran tekstur, warna. Pengalaman dengan angka. Kesempatan untuk mempraktekan dan memperluas ketrampilan berbahasa. Memberikan kesempatan untuk berlatih pengalaman masa lalu dalam upaya untuk mengasimilasinya ke dalam persepsi dan hubungan baru. Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan antara fantasi dan realita.
- Perkembangan sosialisasi dan moral. Mengajarkan peran orang dewasa, termasuk perilaku peran seks. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan. Mengembangkan keterampilan sosial. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui dan standard moral.
- Kreativitas. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif. Memungkinkan imajinasi dan fantasi. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus.
- Kesadaran diri. Memudahkan perkembangan identitas diri. Mendorong pengaturan perilaku sendiri. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri (keahlian sendiri).memberikan perbandingan antara kemampuan sendiri dan orang lain.
- Nilai terapeutik. Memberikan pelepasan stress dan ketegangan. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut, dan keinginan.

2.4.3 Aktivitas Bermain semasa prasekolah
Usia Prasekolah atau usia awal masa kanak-kanak , usia anak yang mengikuti Taman kanak-kanak juga dinamakan usia prasekolah dan bukan anak-anak sekolahan ( Elizabeth,B,Hurlock, 1980 ). Yang dimaksud dengan usia prasekolah adalah mereka yang berumur 3 – 6 tahun. Usia prasekolah dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktu di isi dengan bermain. Dan selama ini mainan merupakan alat yang sangat penting dari aktivitas bermain.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam aktivitas bermain bagi anak prasekolah menurut soetjiningsih ( 1995 ) adalah dibawah ini :
1. Ekstra Energi, Untuk bermain diperlukan ekstra energi. Anak yang sakit, kecil keinginannya untuk bermain
2. Waktu, Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain
3. Alat Permainan, Untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai dengan umur dan taraf perkembangannya.
4. Ruangan untuk bermain, Ruangan tidak usah terlalu lebar dan tidak perlu ruangan khusus untuk bermain. Anak dapat bermain di ruangan tamu, halaman bahkan di ruang tidurnya.
5. Pengetahuan cara bermain
Anak belajar bermain melalui mencoba-coba sendiri, meniru teman-temannya atau diberi tahu caranya oleh orang lain. Cara yang terakhir adalah cara yang terbaik. Karena anak tidak terbatas penegetahuannya dalam menggunakan alat permainannya dan anak-anak akan mendapatkan keuntungan lain lebih banyak.
6. Teman Bermain
Anak harus merasa yakin bahwa bahwa ia mempunyai teman bermain kalau ia memerlukan, apakah itu saudaranya, orang tuanya atau temannya. Karena kalau anak bermain sendiri, maka ia akan kehilangan kesempatan belajar dari teman-temannya. Sebaliknya kalau terlalu banyak bermain dengan anak lain, maka dapat mengakibatkan anak tidak dapat mempunyai kesempatan yang cukup untuk menghibur diri sendiri dan menemukan kebutuhan sendiri. Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tuanya, maka hubungan orang tua dengan anak menjadi akrab, dan ibu/ayah akan segera mengetahui setiap kelainan yang terjadi pada anak mereka secara dini.

Pemberian aktivitas bermain dan stimulasi merupakan salah satu alat untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, agar tujuan dari stimulasi dengan alat permainan tercapai, ada berbagai hal yang harus diperhatikan diantaranya yaitu :
1. Bermain/alat permainan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.contohnya, anak yang sudah terampil berlari akan senang bila diberikan alat permainan berupa bola
2. Agar kemampuan bermain anak berkembang, orang tua harus sabar, perhatikan kemampuan dan minat anak, janganlah orang tua menuntut anak diluar kemampuannya.
3. Ulangilah suatu cara bermain, sehingga anak benar-benar terampil sebelum meningkat kepada ketrampilan yang lebih majemuk.
4. Orang tua selalu menjadi model bagi anak-anaknya, apabila orang tua senang dengan suatu alat permainan, maka cenderung anak akan menyukainya.
5. Sebelum orang tua mengajak anak bermain dengan menggunakan alat permainan, pelajarilah lebih dahulu cara dan tujuan bermain dari alat tersebut.
6. Jangan memaksa anak bermain, bila si anak tidak ingin bermain. Demikian juga bila si orang tua dalam keadaan tidak ingin bermain.
7. Hentikan kegiatan bermain sebelum anak atau orang tua mulai bosan.
8. Alat permaianan untuk anak tidak harus selalu baru.
9. Jangan memberikan alat permainan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Karena kalau terlalu banyak anak akan merasa bingung, sedangkan kalau sedikit anak tidak mendapatkan kesempatan secara optimal mengembangkan ketrampilannya.
10. Bila anak terlalu menatap perhatiannya kepada alat permainan tertentu, janganlah orang tua terlalu khawatir,.usahakan tetap memperkenalkan alat permainan yang lain, agar anak mendapatkan pengalaman yang lebih luas.
11. Bila orang tua menyediakan waktu sedikit untuk bermain dengan anaknya setiap harinya, maka akan terjalin hubungan yang akrab dengan anaknya. Dan sangatlah bermanfaat untuk pengembangan kepribadian anak kelak dikemudian hari.
12. Melalui bermain bersama, orang tua dan anak akan saling mengenal sati sama lain dan makin mengenal dirinya masing-masing. Orang tua hendaknya jangan cepat gusar bila menemukan kelemahan-kelemahana anak, justru penemuan yang dini ini sangatlah berguna untuk segera dikonsultasikan dengan dokter, bila kelemahan ini tidak bisa dikoreksi, harus diterimanya tanpa mengurangi stimulus yang optimal yang diberikan kepada anak, karena di lain pihak orang tua pasti akan menemukan hal yang positif pada anak yang harus dikembangkan dan dipertahankan.
13. Sesekali berikan kesempatan pada anak untuk bermain sendiri. Anak sebaiknya diberikan kesempatan untuk dapat menyenangkan dirinya sendiri, sekaligus berarti memberi kesempatan anak mengembangkan ketrampilan untuk mandiri.

Menurut Wong ( 2003 ) dalam buku pedoman klinis keperawatan Pediatrik bahwa Aktivitas yang dianjurkan pada masa Prasekolah adalah di bawah ini
Tabel. 2.1. Aktivitas yang dianjurkan selama usia prasekolah
Perkembangan fisik
Perkembangan sosial
Perkembangan mental dan Kreativitas
1. Memberikan ruangan untuk berlari, melompat dan memanjat
2. Ajarkan untuk berenang
3. Ajarkan olah raga dan aktivitas yang sederhana


1. Anjurkan interaksi dengan anak anak tetangga
2. Halangi anak jika ia menjadi dekstruktif
3. Daftrakan anak kesekolah khusus untuk anak-anak prasekolah

1. Anjrkan usaha yang kreatif dengan bahan mentah
2. Membaca cerita
3. Pantau tontonan televisi
4. Hadirkan teater dan peristiwa budaya lainnya yang sesuai dengan usia anak
5. Ajaklah anak berjalan-jalan ke taman, museum dan pantai.


2.4.4 Kategori Bermain
Menurut Hurlock ( 1998 ) dan soetjiningsih ( 1995 ),Bermain dalam hal ini terbagi menjadi 2 yaitu bermain aktif dan Pasif.
1. Bermain Aktif
- Bermain mengamati / menyelidiki ( Exploratory Play )
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat permainan tersebut. Anak akan memperhatikan alat permainan, mengocok-ngocok apakah ada bunyi, mencium, meraba, menekan, dan kadang-kadang berusaha membongkar.
Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.
- Bermain Konstruksi ( Construction Play )
Pada anak umur 3 tahun, misalnya dengan menyusun balok-balok menjadi rumah-rumahan, dll.
- Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu
Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.
- Bermain Drama ( Dramatic Play )
Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam massa media.
Misalnya main sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan saudara-saudaranya atau dengan teman-temannya.
- Bermain Bola, Tali Dan sebagainya.
Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.



2. Bermain Pasif
Dalam hal ini anak berperan pasif, antara lain dengan melihat dan mendengar. Bermain pasif ini adalah ideal, apabila anak sudah lama bermain aktif dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.seperti :
- MembacaMembaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anak pun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.
- Mendengarkan radio
Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.
Menonton televisi. Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.

2.5 Alat Permainan Edukatif
Yang di maksud dengan APE adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat perkembangannya serta berguna untuk :
- Pengembangan aspek fisik, yaitu kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang pertumbuhan fisik anak
- Pengembangan bahasa, dengan melatih berbicara, menggunakan kalimat yang benar.
- Pengambangan aspek kognitif, yaitu dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk, warna dan lain-lain.
- Pengembangan aspek sosial, khususnya dalam hubungannya dengan interaksi antara orang tua dan anak
APE tidak harus bagus dan di beli di toko, akan tetapi buatan sendiri / alat permainan Tradisional pun dapat digolongkan APE asalkan memenuhi syarat
- Aman
- Ukuran dan berat APE harus sesuai dengan usia anak.
Bila ukuran terlalu besar akan sukar dijangkau anak, sebaliknya kalau terlalu kecil akan berbahaya karena akan mudah tertelan oleh anak. Sedangkan akalau Alat Permainan terlalu berat, maka anak akan sulit memindah-mindahkannya serta akan membahayakan bila Alat permainan tersebut jatuh dan mengenai anak.
- Desainnya harus jelas
APE harus mempunyai ukuran-ukuran, susunan dan warna tertentu, serta jelas maksud dan tujuannya.
- APE harus mempunyai fungsi untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak, seperti motorik, bahsa, kecerdasan dan sosialisasi.
- Harus dapat dimainkan dengan berbagai variasi, tetapi jangan terlalu sulit, sehingga membuat anak frustasi, atau terlalu mudah sehingga membuat anak cepat bosan.
- Walaupun sederhana harus tetap menarik baik warna maupun bentuknya. Bila bersuara, suaranya harus jelas.
- APE harus dapat diterima oleh semua kebudayaan, karena bentuknya sangat umum.
- APE harus tidak mudah rusak, kalau ada bagian-bagian yang rusak harus mudah diganti. Pemeliharaannya mudah, terbuat dari bahan yang mudah di dapat, harganya terjangkau oleh masyarakat luas.






Tabel. 2.2. Alat permainan dan perkembangan yang di stimuli
Pertumbuhan Fisik / Motorik Kasar
Sepeda roda tiga / dua, bola, mainan yang di tarik dan didorong, tali.
Motorik Halus
Gunting, Pensil, Bola, Balok, Lilin.
Kecerdasan / Kognitif
Buku bergambar, buku cerita, Puzzle, boneka, pensil warna dan radio
Bahasa
Buku bergambar, buku cerita, majalah, radio, Tape, TV
Menolong diri sendiri
Gelas/ piring plastik, sendok, baju, sepatu, kaos kaki.
Tingkah laku sosial
Alat permainan yang dapat di pakai bersama misalnya congklak, kotak pasir, bola dan tali.


Menurut Syamsu dalam buku psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (2002), perkembangana anak prasekolah ditandai juga dengan berkembangnya kemampuan atau ketrampilan motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Tabel 2.3. Kemampuan Motorik anak usia prasekolah (3-6) tahun
Usia
Kemampuan Motorik Kasar
Kemampuan Motorik Halus
3-4 tahun
1. Naik dan turun tangga
2. Meloncat dengan dua kaki
3. Melempar bola
1. Menggunakan krayon
2. Menggunakan benda/alat
3. Meniru bentuk/gerakan

4-6 tahun
1. Meloncat
2. Mengendarai sepeda anak
3. Menangkap bola
4. Bermain olah raga
1. Menggunakan pensil
2. Menggambar
3. Memotong dengan gunting
4. menulis hurup cetak




2.5.1 Klasifikasi permainan
Klasifikasi bermain dalam hal ini dapat di bedakan menjadi tiga yaitu 1. berdasarkan isi permainan, 2. Berdasarkan karakteristik sosial dan 3. Bermain sosio-Dramatik.

2.5.1.1 Berdasarkan Isi Permainan
- Social affective play, Inti permainan ini adalah hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dan orang lain
- Sense of pleasure play, Permainan ini menggunakan alat yang dapat menumbuhkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan
- Skill play, Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus
- Dramatic play, Memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya
- Games atau permainan, Jenis permainan menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor.
- Unoccupied behaviour, Anak tidak memainkan alat tetentu dan situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan, misalnya anak terlihat mondar – mandir, tersenyum, tertawa, jinjit – jinjit, bungkuk – bungkuk, memainkan kursi meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya

2.5.1.2 Berdasarkan Karakterisitik sosial anak prasekolah
- Onlooker play ( Bermain sebagai penonton atau pengamat )
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya

- Solitary play ( Bermain Soliter )
Anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakaan temannya, tidak ada kerjasama atau pun komunikasi dengan teman sepermainannya
- Parallel play ( Bermain Pararel )
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu dengan anak yang lain tidak ada kontak satu sama lain sehinggga antara anak yang satu dengan anak yang lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. seperti pada anak yang sedang bermain Puzzle.
- Associative play ( Bermain Asosiatif )
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu dengan yang lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan tidak jelas.
- Cooperative play ( Bermain Kooperatif )
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, anak-anak ingin bermain took-tokoan. Seorang anak harus berperan sebagai pelayan dan yang lainnya berperan sebagai pembeli.

2.5.1.3 Bermain Sosio-Dramatik

Bermain sosio-dramatik banyak diminati oleh para peneliti. Smilansky (1971), dalam Brewer (1992), meengamati bahwa bermain sosio-dramatik memiliki beberapa elemen :
- Bermain dengan melakukan imitasi, anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang disekitarnya, dengan menirukan tingkah laku dan pembicaraanya.
- Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya anak pura-pura menjadi mobil sambil lari dan menirukan suara mobil.
- Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya bermain menirukan pembicaraan anatara orang tua dengan anak.
- Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama 10 menit.
- Interaksi. Paling sedikit ada dua orang dalam satu adegan
- Komunikasi verbal. Pada setiap adegan ada komunikasi verbal antar anak yang bermain.
Bermain sosio-dramatik sangat penting dalam mengembangkan kreativitas, pertumbuhan intelektual, dan keterampilan sosial. Tidak semua anak memiliki pengalaman bermain sosio-dramatik . oleh karena itu para kepala keluarga diharapkan memberikan pengalaman dalam bermain sosio-dramatik ini.

2.5.2 Memilih Alat Permainan

Alat-alat peraga yang digunakan selama bermain harus dapat menstimulasi pengembangan kreativitas anak. Gunakan alat bermain edukatif yang memiliki fungsi mendidik dan juga menghibur. Dengan begitu anak bisa terstimulasi untuk menyenangi proses belajar, hingga imajinasinya pun berkembang.
Alat permainan edukatif ini banyak macamnya, seperti puzzle dan lego yang dapat melatih kemampuan kreatif. Anak juga bisa membuat mainan sendiri, umpamanya kapal-kapalan dari kertas atau pelepah pisang. Selain itu, sediakan juga alat peraga lain seperti gambar, poster, papan permainan, alat-alat kesenian dan sebagainya.
Usahakan agar kegiatan yang dilakukan tidak monoton. Oleh karena itu orang tua dan guru didik perlu menghidupkan cara-cara yang dapat mengembangkan aktivitas anak. Tujuannya agar tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan dan mengasyikkan.
Menurut Soetjiningsih ( 1995 ), terdapat tujuh kesalahan dalam memilih alat permainan, yaitu :
1. Orang tua memberikan sekaligus banyak macam alat permainan, padahal pada umumnya anak-anak suka mengulang-ngulang alat permainan yamh sama untuk beberapa waktu lamanya.
2. Banyak orang tua membeli alat permainan yang mereka pikir indah dan menarik. Tetapi mereka tidak berpikir apa yang akan dikerjakan anak terhadap alat permainan tersebut.
3. Banyak orang tua membayar terlalu mahal untuk alat permainan. Mereka lupa bahwa alat permainan yang dibuat sendiri atau dari barang bekas sering menyenangkan pula.
4. Alat permainan yang terlalu lengkap / sempurna. Sehingga sedikit peluang bagi anak untuk melakukan eksplorasi dan konstruksi. Sekali anak melihatnya, hanya sedikit tersisa untuk memainkannya.
5. Alat permainan tidak sesuai dengan umur anak. Anak terlalu tua atau terlalu muda terhadap alat permainannya. Sehingga maksud dan tujuan alat permainan itu tidak tercapai.
6. Memberikan terlalu banyak alat permainan dengan type yang sama
7. Banyak orang tua yang tidak meneliti keamanan dari alat permainan yang di belinya.






Menurut Wong (2003) contoh mainan yang dianjurkan selama usia prasekolah bagi perkembangan sosial, mental dan kreativitas dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel. 2.4. Mainan yang dianjurkan pada masa prasekolah bagi perkembangan fisik, Sosial, mental dan Kreativitas.
Perkembangan fisik
Perkembangan sosial
Perkembang mental dan kreativitas
- Papan jungkit-jungkit
- Perosotan dengan tinggi sedang
- Ayunan yang dapat di atur
- Mengarungi kolam
- Kendaraan yang dapat dikendarai seperti roda tiga
- Kereta luncur
- Kereta sorong

- Rumah mainan berukuran anak
- Boneka
- Pring, meja
- Papan setrika dan setrikaanya
- Mesin kasir dan mesin tulis mainan
- Baju-baju mainan untuk berdandan
- Peralatan dokter dan perawat
- buku-buku, puzzle, mainan musik
- permainan gambar
- gunting tumpul, lem, kertas
- kertas Koran, crayon, cat, poster, koas besar
- mainan musik dan berirama
- kaca pembesar dan magnet
- rangkaian konstruksi kayu dan plastic
- rekaman dan Tape

Umumnya untuk anak usia prasekolah terdapat sarana untuk bermain, kegiatan bermain untuk pengembangan keterampilan gerakan halus dan koordinasi mata dan tangan. Alat dalam pusat ini adalah
- Alat permainan menara gelang ganda bentuk bulat, segi 4, segi 3, dan segi-6. dengan permainan ini anak-anak akan mengenal konsep warna, bentuk dan ukuran.
- Tangga silinder bentuk silinder dan kubus. Dengan memainkan alat permainan ini, anak belajar tetntang bentuk, warna, jumlah, posisi benda ( diatas, di bawah dan di samping).
- ’Puzzles’ (mainan bongkar pasang). Yang paling sederhana adalah papan bentuk (lingkaran, segi-4, segi-3, bintang, oval dan sebagainya). Model puzzle lain adalah suatu gambar tertentu dan dipotong-potong, setelah gambar tersebut ditebarkan dimeja, anak diminta menyatukan kembali.
- Alat mainan yang bersifat konstruksi, misalnya balok meja yaitu untuk mengembangkan kreativitas. Dengan alat permainan tersebut, anak dapat menyusun suatu bentuk tertentu.
- ”Games’. Sejumlah games yang sederhana juga termasuk dalam pusat ini, games tersebut meliputi ular tangga dan domino.
- Materi yang berorientasi kepada kegiatan yang bersifat akademik, yaitu materi yang membawa anak untuk kesiapan akademik bagi anak. Materi tersebut meliputi : kertas dan pensil, pola bentuk untuk dijiplak (sebagai persiapan untuk membuat huruf), bentuk angka-angka (untuk memperkenalkan bentuk angka dan sebagainya.


2.6 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan ibu tentang bermain anak usia prasekolah
2.6.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan
2.6.1.1 Usia
Usia adalah lama waktu hidup semenjak diadakan atau dilahirkan ( kamus besar bahasa Indonesia ,2005). Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat di lahirkan sampai saat berulang tahun (Elisabeth.B.H,1995). Usia merupakan salsah satu Variabel dari model demografi yang di gunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator psikologi yang berbeda (Notoatmodjo, 2003).
Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Menurut Elizabeth (1980) usia yang di anggap optimal dalam memahami,mengambil keputusan dan kecepatan respon maksimal di atas usia 20 tahun, karena pada periode ini merupakan penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan sosial baru seperti peran suami/istri, orang tua, dan pada masa ini, sedangkan usia di bawah atau kurang dari 20 tahun cenderung dapat mendorong terjadinya kebimbangan dalam memahami dan mengambil keputusan. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada seseorang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya (Huclok, 1998 dalam Nursalam, 2001).

2.6.1.2 Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan oleh seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah suatu cita-cita tertentu (Suwarno, 1992 dalam Nursalam, 2001).
Menurut Soetjiningsih (1995), Pendidikan Ibu merupakan salah satu faktor dalam tumbuh kembang anak. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sedangkan pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai baru yang di perkenalkan (Kuncoroningrat, 1997 dalam Nursalam, 2001).
Menurut pasal 12 ayat 1 UUSPN Nomor 2 tahun 1989 menyatakan bahwa jenjang pendidikan sekolah di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Akan tetapi pada tahun 1994 pemerintah mencanangkan program pendidikan sembilan tahun, yaitu siswa yang lulus dari sekolah dasar diwajibkan mengikuti pendidikan tiga tahun yang sekarang dikenal dengan istilah pendidikan dasar sembilan tahun. Atas dasar inilah peneliti mengkategorikan pendidkan formal menjadi dua, yaitu pendidikan rendah (SMP ke bawah) dengan pendidikan tingginya (SMA ke atas).


2.6.1.3 Pekerjaan
Pekerjaan adalah barang apa yang di kerjakan, dilakukan atau diperbuat (Kamus Bahasa Indonesia, 2005). Pekerjaan adalah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan (Erick, 1996 dalam Nursalam 2001). Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi kepala keluarga akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga (markum, 1991 dalam Nursalam, 2001).